.2 Proses penilaian massal dapat dimanfaatkan sebagai metodologi untuk kepentingan perpajakan lainnya yang dikenakan berdasarkan NJOP, atau studi statistik dan ekonomi dibawah program-program administrasi pemerintah pusat maupun daerah. Keluaran dari penilaian adalah sebagai alat untuk peningkatan penerimaan pajak, pemerataan hasil, dan pendistribusian penerimaan di pemerintahan, serta hal relevan lainnya.Terkait panduan ini, referensi penilaian massal menyiratkan penilaian massal untuk tujuan-tujuan di atas.
1.3 Dalam sistem Penilaian Massal yang efektif, elemen yang harus ada adalah:
a) Sistem dan infrastruktur legal yang mengatur, mendukung, dan menjadi landasan hokum;
b) Sistem perekaman dan inventarisasi untuk semua persil tanah yang menjadi basis perpajakan;
c) Ketersedian data pasar untuk pelaksanaan penilaian;
d) Ketersedian sumber daya dan personil yang terlatih untuk penerapan system;
e) Pemeliharaan inventaris dan database secara terus menerus untuk lebih menjamin perbaikan data, keakuratan penilaian, dan kelayakan/kewajaran dalam pengenaan pajak, dan
f) Proses sampling dan menguji pengembangan model untuk menjamin konsistensi dalam metodologi dan aplikasi.
1.4 Proses Penilaian Massal meliputi:
a) Mengidentifikasi properti yang akan dinilai;
b) Menentukan wilayah pasar (market area) yang dilihat berdasarkan perilaku yang konsisten dari pemilik property dan calon pembeli;
c) Mengidentifikasi karekteristik permintaan dan penawaran yang mempengaruhi pembentukan nilai di wilayah pasar yang ditentukan;
d) Mengembangkan struktur model yang mencerminkan hubungan di antara karekteristik pasar yang mempengaruhi/membentuk nilai di wilayah pasar;
e) Mengkalibrasi struktur model yang ditentukan, diantara beberapa atribut lainnya, kontribusi faktor dari properti individu yang mempengaruhi nilai;
f) Menerapkan kesimpulan yang dihasilkan model terhadap karakteristik properti yang dinilai;
g) Memvalidasi proses penilaian massal yang dilaksanakan, baik model,pengukuran atau pengumpulan data lainnya termasuk pengukuran kinerja, secara terus menerus dan/atau tahapan yang terpisah untuk keseluruhan proses;
h) Mengkaji ulang dan merekonsiliasi hasil penilaian massal.
1.5 Dasar penilaian untuk penilaian massal adalah Nilai Pasar atau Nilai Kena Pajak (lihat SPI 2-3.5) yang relevan terhadap pedoman dan perundangundangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Apabila pedoman dan perundang-undangan menetapkan dasar penilaian sebagai ketentuan umum di atas adalah selain dari Nilai Pasar, Penilai harus menerapkan dengan tepat metode penilaian untuk memenuhi tujuan SPI dalam keadaan seperti ini. Lihat SPI 2 Bagian 5, SPI 3 tentang Pelaporan Penilaian serta
butir 5.5.1 (e) di bawah untuk pengungkapan dalam laporan penugasan
penilaian massal
Mengenai Saya
- Septurado Tarihoran
- Pegawai Pajak Idola Wanita. Pria Batak yang udah keren, tampan, dan rupawan sejak 1992
Diberdayakan oleh Blogger.
My FB
www.facebook.com/septurado.tarihoran.1
My Twitter
https://twitter.com/doradotarihoran
Formula 1 News
07.17
Analisa NIR / ZNT
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
5 Februari 1999
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
5 Februari 1999
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 06/PJ.6/1999
NOMOR SE - 06/PJ.6/1999
TENTANG
PELAKSANAAN ANALISA PENENTUAN ZONA NILAI TANAH (ZNT) DAN NILAI INDIKASI RATA-RATA (NIR)
SEBAGAI DASAR PENENTUAN NJOP TANAH
SEBAGAI DASAR PENENTUAN NJOP TANAH
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menyadari akan peranan NJOP tanah yang semakin strategis untuk berbagai kepentingan, jelas menuntut
suatu kualitas NJOP yang dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya dari semua aspek, baik secara formal
maupun material. Untuk mendapatkan keadaan seperti dimaksud diperlukan suatu upaya yang konkrit dengan
cara melakukan analisa penentuan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) setiap kelurahan
/desa dengan mengacu pada Petunjuk Teknis terlampir.
suatu kualitas NJOP yang dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya dari semua aspek, baik secara formal
maupun material. Untuk mendapatkan keadaan seperti dimaksud diperlukan suatu upaya yang konkrit dengan
cara melakukan analisa penentuan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) setiap kelurahan
/desa dengan mengacu pada Petunjuk Teknis terlampir.
Urutan prioritas pelaksanaan program ini dimulai dengan area kelurahan/desa di wilayah Kotamadya atau
Ibukota Kabupaten dan selanjutnya untuk area kelurahan/desa potensial lainnya. Hasil pelaksanaan pekerjaan
tersebut dituangkan dalam format Buku Analisa Penentuan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-Rata
(NIR) untuk setiap kelurahan/desa yang bersangkutan sebagaimana contoh terlampir.
Ibukota Kabupaten dan selanjutnya untuk area kelurahan/desa potensial lainnya. Hasil pelaksanaan pekerjaan
tersebut dituangkan dalam format Buku Analisa Penentuan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-Rata
(NIR) untuk setiap kelurahan/desa yang bersangkutan sebagaimana contoh terlampir.
07.11
Penilaian Individual
PENILAIAN INDIVIDUAL
OBJEK PAJAK PBB
PROSES PENILAIAN INDIVIDUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Penilaian individual adalah suatu sistem penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek yang dimaksud. Teknik penilaian individual diterapkan untuk jenis objek pajak dengan konstruksi khusus atau objek pajak yang sudah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai sebenarnya, hal ini dikarenakan keterbatasan program aplikasi.
Beberapa permasalahan dalam tata cara penilaian individual atas objek Pajak PBB yang perlu disesuaikan dan disempurnakan antara lain :
- Pada umumnya proses penilaian kurang didukung oleh kualitas dan kuantitas Basis Data dan Informasi Pasar Properti yang valid, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Basis Data dan Informasi Pasar Properti belum dikelola secara sistematik, periodik, konsisten dan komprehensif.
- Pendekatan penilaian yang selama ini digunakan kurang memperhatikan prinsip penilaian properti sebagai satu kesatuan investasi, sehingga hasil penilaiannya kurang akurat dan kurang mencerminkan nilai pasar properti, meskipun dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 telah mendefinisikan bahwa “Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, nilai jual objek pajak pengganti”. Definisi NJOP di atas mempertegas bahwa pengertian NJOP merupakan satu kesatuan investasi. Oleh karena itu, konsekuensi proses penilaian objek pajaknya perlu mempertimbangkan prinsip penilaian tersebut, yaitu tidak memisah-misahkan antara Nilai Bumi dan Nilai Bangunan. Pengalokasian NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan untuk tujuan penerbitan SPPT.
Penerapan Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) secara umum dilakukan dengan melakukan penilaian secara rinci atas objek yang akan dinilai, yakni tanah dan bangunan dengan tetap memperhatikan prinsip penilaian properti sebagai satu kesatuan investasi. Kesatuan investasi yang dimaksud disini adalah bahwa nilai yang dihasilkan dari masing-masing komponen objek penilaian (tanah dan bangunan) harus dijumlahkan menjadi suatu nilai yang mencerminkan nilai pasar properti secara utuh.
Implementasi Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) untuk penentuan NJOP dilakukan dengan cara : NJOP Bumi diperoleh dengan cara melakukan analisis NIR (Nilai Indikasi Rata-rata), sedangkan NJOP Bangunan diperoleh dengan penerapan aplikasi CAV (Computer Assisted Valuation) / DBKB (Daftar Biaya Komponen Bangunan). Namun dalam implementasinya, penentuan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan apakah penjumlahan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan tersebut telah mencerminkan nilai pasar properti secara utuh.
Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) pada umumnya hanya mencerminkan biaya perolehannya dan kurang mencerminkan profitabilitas investasi, sehingga untuk penilaian objek pajak PBB yang menghasilkan pendapatan, hasil penilaiannya kurang mencerminkan nilai pasar. Pada umumnya pendapatan atas objek pajak PBB berupa pendapatan sewa, kecuali sektor perkebunanan, perhutanan dan pertambangan sebagai natural resources yang menghasilkan pendapatan berupa penjualan hasil alam.
Pada prinsipnya, proses Penilaian Individual Objek Pajak PBB melalui 2 tahapan. Tahap pertama merupakan tahap Penentuan Nilai Pasar Properti; tahap ke dua, adalah Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB. Tujuan yang akan dicapai dari tahap pertama ini adalah untuk menentukan nilai pasar properti. Pengertian properti yang dimaksud adalah properti dalam pandangan sebagai satu kesatuan investasi, yang dapat mencakupi objek PBB saja maupun properti sebagai objek PBB dan sekaligus bukan objek PBB.
Sedangkan tahap ke dua merupakan Tahap Penentuan Nilai Jual Objek Pajak yang mana bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang PBB jo UU No. 12 tahun 1994 tentang PBB, yang terdiri dari NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
07.10
Penilaian Bangunan
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
23 Mei 2003
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
23 Mei 2003
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 17/PJ.6/2003
NOMOR SE - 17/PJ.6/2003
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN BANGUNAN KHUSUS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka meningkatkan kualitas penilaian untuk menentukan NJOP Bangunan dan sebagai tindak lanjut
dari KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan KEP-115/PJ/2002
tanggal 4 Maret 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek
PBB dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOP, dipandang perlu adanya
petunjuk teknis penilaian bangunan yang berkarakteristik khusus.
dari KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan KEP-115/PJ/2002
tanggal 4 Maret 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek
PBB dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOP, dipandang perlu adanya
petunjuk teknis penilaian bangunan yang berkarakteristik khusus.
Petunjuk teknis ini merupakan acuan bagi penilai PBB untuk memperoleh Biaya Pembuatan Baru (Cost
Reproduction New/CRN) Bangunan untuk jenis bangunan berikut:
1. Tower/Menara Telekomunikasi/Pemancar (lampiran 1)
2. Dermaga/Pelabuhan : Jetty, Connection Bridge, Breasting/Morring Dolphin (lampiran 2)
3. Industri : Silo Beton dan Cerobong Asap (lampiran 3)
4. Bandara : Taxiway, Runway, Overrun, Appron, Paved Shoulder (lampiran 4)
Reproduction New/CRN) Bangunan untuk jenis bangunan berikut:
1. Tower/Menara Telekomunikasi/Pemancar (lampiran 1)
2. Dermaga/Pelabuhan : Jetty, Connection Bridge, Breasting/Morring Dolphin (lampiran 2)
3. Industri : Silo Beton dan Cerobong Asap (lampiran 3)
4. Bandara : Taxiway, Runway, Overrun, Appron, Paved Shoulder (lampiran 4)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam petunjuk teknis ini adalah :
1. Data harga bahan dan upah pada analisis CRN (sebagaimana lampiran) merupakan harga tahun 2003
di wilayah DKI Jakarta, sehingga untuk penggunaan diluar wilayah DKI Jakarta perlu dilakukan
penyesuaian dengan harga bahan dan upah di wilayah setempat.
1. Data harga bahan dan upah pada analisis CRN (sebagaimana lampiran) merupakan harga tahun 2003
di wilayah DKI Jakarta, sehingga untuk penggunaan diluar wilayah DKI Jakarta perlu dilakukan
penyesuaian dengan harga bahan dan upah di wilayah setempat.
2. Model analisis CRN dapat diperbarui (updating) sesuai dengan tahun penilaian atau tahun pajak
tertentu dengan cara melakukan pemutakhiran harga bahan dan upah yang berlaku pada tahun
dimaksud.
tertentu dengan cara melakukan pemutakhiran harga bahan dan upah yang berlaku pada tahun
dimaksud.
3. Selanjutnya dalam mengestimasi nilai bangunan, CRN dimaksud masih memerlukan analisis
penyusutan.
penyusutan.
4. Untuk bangunan objek khusus yang tidak tertampung dalam kode JPB pada LSPOP dapat
menggunakan kode JPB 10 (lain-lain) dengan memberikan keterangan pada LSPOP tentang jenis
penggunaan bangunan sebenarnya.
menggunakan kode JPB 10 (lain-lain) dengan memberikan keterangan pada LSPOP tentang jenis
penggunaan bangunan sebenarnya.
5. Petunjuk teknis ini hanya digunakan untuk bangunan yang dimaksud, sehingga untuk menilai
bangunan-bangunan lain yang berada dalam suatu objek pajak dapat menggunakan alat perhitungan
lain seperti CAV (pada SISMIOP), DBKB 2000 dan perhitungan manual sesuai kebutuhan dalam
proses penilaian.
bangunan-bangunan lain yang berada dalam suatu objek pajak dapat menggunakan alat perhitungan
lain seperti CAV (pada SISMIOP), DBKB 2000 dan perhitungan manual sesuai kebutuhan dalam
proses penilaian.
6. Surat Edaran ini melengkapi Surat Edaran berikut :
a. SE-38/PJ.6/1994 tanggal 20 Juni 1994 perihal Petunjuk Penilaian Pelabuhan Laut.
b. SE-37/PJ.6/1994 tanggal 20 Juni 1994 perihal Petunjuk Penilaian Bandar Udara.
c. SE-60/PJ.6/1993 tanggal 9 Nopember 1993 perihal Pedoman Penilaian Bangunan Industri
Semen.
a. SE-38/PJ.6/1994 tanggal 20 Juni 1994 perihal Petunjuk Penilaian Pelabuhan Laut.
b. SE-37/PJ.6/1994 tanggal 20 Juni 1994 perihal Petunjuk Penilaian Bandar Udara.
c. SE-60/PJ.6/1993 tanggal 9 Nopember 1993 perihal Pedoman Penilaian Bangunan Industri
Semen.
Langganan:
Postingan (Atom)